Sabtu, 04 Mei 2013

Penyebab Disleksia


Penyebab Disleksia



Tidak ada penyebab tunggal yang diketahui untuk gangguan membaca karena banyak disertai gangguan belajar dan kesulitan berbahasa, gangguan membaca kemungkinan adalah multifactorial.
1.       Pemaparan prenatal dengan penyakit infeksi maternal.
2.       Genetik, cenderung menonjol diantara anggota keluarga orang yang terkena.
3.    Model fungsi hemisferik serebral, menyatakan korelasi positif gangguan membaca kebingungan antara kanan dan kiri (right-left confusion)
4.   Beberapa penelitian terakhir (pemeriksaan tomografi computer [CT; computed tomography]; pencitraan resonansi magnetic [MRI; magnetic resonance imaging], dan pada otopsi) telah menunjukkan simetrisitas abnormal pada lobus temporalis dan parietas orang dengan gangguan membaca.

Insidensi tinggi gangguan membaca cenderung ditemukan pada anak-anak dengan palsi serebral yang memiliki kecerdasan normal. Insidensi gangguan membaca yang agak tinggi ditemukan diantara anak epileptik. Komplikasi selama kehamilan; kesulitanpranatal dan pascanatal, termasuk prematuritas; dan berat badan lahir rendah adalah sering ditemukan dalam riwayat anak dengan gangguan membaca.
Gangguan membaca mungkin merupakan salah satu manifestasi dari keterlambatan perkembangan atau keterlambatan maturasional. Peranan temperamental telah dilaporkan berhubungan erat dengan gangguan membaca. Dibandingkan dengan anak – anak tanpa gangguan membaca, anak – anak dengan gangguan membaca seringkali memiliki lebih banyak kesulitan dalam memusatkan perhatian dan memiliki rentang perhatian yang pendek.
Beberapa penelitian menunjukkan suatu hubungan antara malnutrisi dan fungsi kognitif. Gangguan membaca berat seringkali disertai dengan masalah psikiatrik.

Afasia perkembangan


Afasia perkembangan



Dikenal sejumlah bentuk kelainan atau gangguan wicara pada anak yang pendengarannya normal, antara lain:
* Afasia perkembangan
* Dislogia
* Gangguan pemusatan perhatian atau Attention Deficit Disorders (ADD)
* Disartia
* Autisme

Afasia perkembangan, adalah salah satu bentuk gangguan wicara pada anak yang disebabkan oleh kegagalan perkembangan wicara dan bahasa, tanpa adanya gangguan pendengaran maupun gangguan kecerdasan. Afasia perkembangan terjadi akibat kerusakan pusat wicara di otak. Secara umum afasia merupakan gangguan dalam hal pemahaman dan pengutaraan bahasa (persepsi dan motorik) baik secara lisan maupun secara tertulis.
Afasia perkembangan dibedakan menjadi :

(1) Afasia perkembangan ekspresif, anak dapat mengerti percakapan akan tetapi tidak dapat mengekpresikan konsep     jawabannya.
(2) Afasia perkembangan reseptif, dimana terdapat kesulitan untuk memahami bahasa secara memadahi.
Gejala afasia bisa sedemikian ringannya sehingga orang tua dan lingkungan tidak mengetahui atau menyadarinya. Sebaliknya gejala afasia dapat demikian beratnya sehingga pasien sama sekali tidak dapat memahami atau mengucapkan sepatah katapun.

Dislogia merupakan bentuk lain dari gangguan wicara akibat retardasi mental atau kemampuan intelegensi anak di bawah rata-rata usia normal. Anak akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan wicara dan bahasa.
Pada gangguan pemusatan perhatian (Attention Deficit Disorders) yang gejalanya antara lain berupa perilaku hiperaktif, perkembangan wicara terganggu akibat terjadinya kerusakan minimal pada otak.
Disatria anak masih dapat mengeluarkan kata-kata namun terjadi kelainan pola bunyi dalam hal produksi dan artikulasi.
Dislalia adalah keterlambatan fungsi wicara dan berbahasa dengan taraf intelegensi normal atau di atas usia normal tanpa ada gangguan pendengaran maupun kerusakan otak.

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif (bersifat luas, berat serta mempengaruhi seseorang secara mendalam).
Autisme ditandai dengan gangguan interaksi dengan orang lain, keterlambatan dan penyimpangan wicara, disertai perilaku yang aneh. Anak terkesan cuek, seolah-olah tidak mendengar karena tidak merespon suara panggilan dari orang yang dikenalnya.
Pada observasi lebih lanjut anak dapat memberikan reaksi terhadap suara dari lingkungannya seperti suara motor, televisi, mesin, hewan, namun tidak merespon suara manusia. Pada pemeriksaan BERA (Brainstem Evoked Response Audiometri) ternyata tidak didapatkan kelainan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak terkesan tidak mendengar karena suara tertentu tidak menarik minatnya.

Aphasia


Aphasia


Aphasia adalah kelainan dalam berbahasa yang mungkin termasuk kesulitan dalam
memproduksi atau memahami bahasa secara lisan atau tertulis. Secara umum, aphasiamenunjukkan kerusakan total kemampuan bahasa, dan dysphasia tingkat kerusakan tidak total. Namun, istilah dysphasia dibingungkan dengan disfagia, sebuah gangguan menelan.
Tergantung pada daerah dan luasnya kerusakan otak, orang yang menderita aphasia mungkin dapat berbicara, tetapi tidak menulis, atau sebaliknya, atau menampilkan salah satu dari berbagai kekurangan dalam bahasa pemahaman dan keluaran hasil, seperti mampu bernyanyi tapi tidak bisa berbicara. Afasia mungkin terjadi bersama- sama dengan gangguan bicara seperti gangguan berbicara dysarthria atau apraxia, yang juga akibat dari kerusakan otak.
Aphasia dapat dinilai dalam berbagai cara, dari pemeriksaan klinis selama beberapa jam memeriksa komponen- komponen bahasa dan komunikasi. Prognosis aphasia sangat bervariasi tergantung pada usia pasien, lokasi dan ukuran lesi, dan jenis aphasia.

Penyebab

Aphasia biasanya disebabkan oleh lesi dalam area berbahasa yang berhubungan dengan lobus frontal, lobus temporal dan lobus parietal di otak, seperti wilayah Broca, Wernicke’s area, dan jalur saraf di antara mereka. Area ini hampir selalu terletak di belahan otak kiri,dan pada banya orang tempat ini sebagai kemampuan untuk memnghasilkan dan memahami bahasa. Namun, minoritas mengatakan bahwa kemampuan bahasa yang ditemukan berada di belahan kanan. Pada kasus yang kedua, kerusakan daerah bahasa ini dapat disebabkan oleh stroke, traumatis, atau lainnya cedera otak. Aphasia berkembang secara perlahan-lahan, seperti dalam kasus tumor otak atau progresif penyakit saraf, misalnya penyakitAlzheimer atau Parkinson. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh perdarahan tiba- tiba yang terjadi  di dalam otak. Neurologis kronis tertentu, seperti epilepsi atau migren, dapat juga meliputi gejala episodik. Aphasia juga terdaftar sebagai efek samping yang jarang darifentanyl, suatu opioid yang digunakan untuk mengontrol rasa sakit kepala kronis.

Gejala

Penderita Aphasia mungkin mengalami salah satu dari perilaku berikut karena cedera otak yang diperoleh, meskipun beberapa dari gejala- gejala ini mungkin disebabkan oleh atau berhubungan dengan
masalah seperti seiring dysarthria atau apraxia.

·         ketidakmampuan untuk memahami bahasa
·         ketidakmampuan untuk mengucapkan, bukan karena kelumpuhan atau kelemahan otot
·         ketidakmampuan untuk bicara spontan
·         ketidakmampuan untuk membentuk kata-kata
·         ketidakmampuan untuk menyebut nama objek
·         miskin ucapan atau bahasa
·         berlebihan dalam berkreasi dan menggunakan neologisme pribadi
·         ketidakmampuan untuk mengulang frase
·         paraphasia (mengganti huruf, suku kata atau kata-kata)
·         agrammatism (ketidakmampuan untuk berbicara dengan gaya bahasa yang benar)
·         dysprosody (perubahan dalam infleksi, stres, dan irama)
·         tidak bisa melengkapi kalimat
·         ketidakmampuan membaca
·         ketidakmampuan untuk menulis
·         terbatasnya perilaku verbal
·         kesulitan dalam penamaan atau pelabelan

Perawatan

Tidak ada satu perawatan yang terbukti secara efektif untuk mengobati semua jenis aphasia. TerapiIntonasi Melodis sering digunakan untuk mengobati aphasia terbukti sangat efektif dalam beberapa kasus.

Tokoh terkenal penderita
1.       Maurice Ravel
2.       Vissarion Shebalin
3.       Jan Berry dari Jan dan Dean
4.       Sven Nykvist
5.       Ralph Waldo Emerson
6.       Antony Flew
7.       Bob Woodruff
8.      Ryder dari The Kevin dan Bean Show
   9.   Toggle, veteran perang Irak yang terluka.